Friday 29 April 2016

Merosostnya Nilai Budaya pada Generasi Muda

Halooo...
Saya langsung kepikiran buat ngangkat judul ini gara-gara dua hari ini saya dibikin kesel sama anak-anak yang umurnya lumayan beda jauh dari saya. Eh terus kipikiran deh bikin postingan yang judulnya udah kayak judul makalah PPKn (Eh sekarang apa sih namanya? Kewarganegaraan ya? Apa sekarang udah ganti lagi? *keliatan tuanya T T).

Well, berhubung karena saya lagi kesel, jangan berharap lebih sama isi tulisan yang bakal nyambung sama judul. Biasanya saya kalo lagi kesel nulisanya suka ngelantur kemana-mana. Hahahahahaaa..

Oke baiklah..
Kemaren lusa, saya yang juga jualan online ini COD (Cash on Delivery) sama customer saya yang masih SMA. Nah saya kan nggak ada motor di sini, saya pinjem motor kan otomatis, dan kalo pinjem kan nggak bisa dipake seenak udel. Kebetulan motor itu mau dipake juga sama si empunya. Saya udah bilang, jam 5 saya nyampe lokasi, saya nggak bisa lama-lama soalnya motor mau dipake. Dia oke-oke aja. Oke, saya jam 5 kurang udah nyampe sana, daaaan saya nunggu setengah jam! Udah gitu pas dia dateng, cuma ambil barang, terus langsung pergi lagi. BTW, lokasinya itu deket rumahnya customer saya, dan jauh dari tempat saya tinggal. Kesel nggak? Menurut saya sih itu sikap yang kurang sopan ya, soalnya saya udah nunggu lama, jauh-jauh ke sana pula ya kan, ya paling enggak ngobrol bentar atau nunggu saya berangkat dulu, toh rumah dia deket sama lokasi itu. Hadeh, besok-besok kalo dia mau COD-an lagi, saya suruh ke tempat saya aja lah, kalo nggak mau yaudah. Huh!

Teruuus, kemaren.. Saya kebetulan promoin postingan saya gitu di Blogger Energy, nah kan komunitas yang satu ini emang punya syarat kalo promo wajib blogwalking ke blog yang juga promo di hari yang sama. Cara tau udah blogwalking ya dengan meninggalkan jejak, a.k.a komentar. Oke, saya tau kalo tulisan saya panjang dan membosankan, tapi kayaknya mendingan nggak usah komentar deh ya kalo belum baca semuanya, dan cuma ngikutin komentar di atasnya. Saya pernah, kayak gitu juga.. Tapi dulu, waktu saya menganggap blogwalking malah bikin stres karena tuntutan ngasih komentar. Sekarang saya mikirnya blogwalking ya buat ngisi waktu luang, jadi enjoy aja bacanya. Nah, kalo cuma karena kayak gitu aja, saya nggak bakal kesel. Yang bikin kesel itu, komentarnya dia kayak nge-judge gitu, dan kata-katanya kurang menghargai saya ya notabene lebih tua dari dia. Hih, okelah, emang tampang saya masih kayak anak SMA, tapi ya saya dulu meskipun masih SMA ya nggak kayak gitu ngomongnya sama orang yang belum saya kenal, soalnya kita nggak tau kan dia lebih muda atau lebih tua dari kita.

Oke, di sini yang bakal kita bahas. Tentang budaya menghormati orangtua dan menyayangi yang lebih muda. Jaman kita SD dulu, ada beberapa nilai yang ditanamkan, terutama pada mata pelajaran PPKn.

1. Kejujuran
2. Tanggung jawab
3. Sopan-santun
4. Saling menghormati dan saling menyayangi
5. Kerja keras
6. Tenggang rasa
7. Rela berkorban
8. Gotong-royong
dan lain-lain

Banyak kaaan?
Nah, herannya, kenapa di generasi muda sifat-sifat tersebut kurang tertanam?
Padahal lulus SD loh.

Nah, setelah saya amati, rupanya hal tersebut karena pengaruh lingkungan. Bisa jadi karena lingkungan sekolah, lingkungan rumah, lingkungan keluarga. Bisa jadi karena idola, dan media.

Sedikit cerita dari teman saya yang notabene adalah guru TK. Ada salah satu wali murid yang nelpon temen saya ini, cerita tentang masalah anaknya. Kira-kira situasinya kayak gini..

Anak A (yang orangtuanya nelpon) : *dianter orangtuanya pake mobil av*nza, terus jalan masuk kelas*

Anak B (temen sekelasnya Anak A) : *liat anak A dianter pake av*nza* 'Eh, kamu dianter pake av*nza lagi ya? Ih, kalo sampe besok kamu nggak ganti mobil, aku nggak mau lagi temenan sama kamu! Kamu nggk boleh lagi pinjem mobil-mobilanku!'

Jeng jeng jeng jeeeeeeng.. Itu anak TK loh! Gila nggak tuh? Habis nonton apa dia sampe gituin temennya? Masih kecil udah sombong loh! Ckckckck....

Dari kasus tersebut bisa dicari tau, kemungkinan besar sih karena faktor keluarga dan media. Keluarganya kaya, tapi bisa jadi jarang ada di rumah, jadi dia kurang kasih sayang. Terus dia mungkin diasuh sama asisten ibunya yang suka nonton sinetron-sinetron si kaya dan si miskin gitu. Bisa jadi seperti itu.

Kalo menurut saya nih ya, orang Indonesia ini tipe orang yang gampang kaget. Kaget sama perubahan tentunya. Jaman gadget makin canggih, orang-orang pada pamer gadget, makin canggih makin keliatan wow. Orang-orang mulai tidak berorientasi pada fungsi, tapi beralih pada kekinian. Mana yang terbaru, itu yang diburu. Selain itu, orang-orang juga gampang kaget sama duit, ada duit dikit langsung berasa orang kaya, apalagi orang kita ini cenderung konsumtif, akhirnya makin banyak hedonisme yang terjadi. Dan sialnya, hal ini sama seperti memperkaya negara lain, karena yang dibeli hampir semua  brand luar negeri T T. Tuh kan malah ngomongin ekonomi -,-".

Balik lagi ke masalah sopan santun dan hubungannya dengan orang kita yang gampang kaget. Orang kita kini cenderung mencontek budaya luar karena ingin kesuksesannya nular. Hal ini nggak sepenuhnya salah. Yang salah adalah, ketika kita mencontoh tanpa menyaring. Menurut saya budaya Indonesia sangat bagus, kalo saya bilang, budaya kita ini adalah budaya yang memanusiakan manusia, dulunya. Sekarang, budaya luar yang dicontoh adalah yang acuh, tidak peduli, individualis, dan konsumtif. Sedangkan kita sering meninggalkan budaya luar yang baik, seperti tepat waktu, jujur, dan efektif. Jadi seperti ini lah, sopan santun sudah berubah jadi acuh, gotong-royong berubah jadi individualis, dan kerja keras berubah menjadi konsumtif. Sangat disayangkan. Bayangkan bila kita mencontoh hal baik tanpa meninggalkan kebiasaan baik. Akan lebih indah, bukan?

Thursday 21 April 2016

Menyalahi Ibu Kartini

Halooooo...
Selamat Hari Kartini, para perempuan Indonesia..
Di postingan ini saya akan mencoba menuliskan beberapa pemikiran saya, yang mungkin sedikit kontroversial. Selamat membaca : D

Kartini masa kini..
Ada yang tau artinya?
Kartini masa kini digambarkan sebagai wanita yang cerdas, intelektual, dan memiliki karir menawan. Ulalaaa~ Saya setuju, dan sedikit tidak setuju. Kenapa? Yok kita bahas..

Ibu Kartini memperjuangkan yang namanya emansipasi wanita, yang merupakan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Kesetaraan dalam hal apa? Dulu, perempuan banyak tidak bolehnya. Tidak boleh sekolah, tidak boleh mengemukakan pendapat, dan tidak boleh-tidak boleh lainnya. Nah, di sinilah Ibu Kartini berjuang untuk menyetarakan hak antara laki-laki dan perempuan. Perempuan juga berhak mengenyam bangku pendidikan, serta mengemukakan pendapat, dan mengambangkan intelektualitas. Untuk apa? Untuk masa depan Indonesia. Itulah cita-cita Ibu Kartini yang sangat mulia. Beliau memiliki cita-cita bukan hanya untuk dirinya sendiri, namun untuk bangsa dan negara, sekalipun itu menentang adat. Supeeeerrrrr...

Ibu Kartini ingin perempuan di Indonesia berpendidikan, memiliki kecerdasan untuk mempersiapkan generasi penerus bangsa. Siapa? Ya anak-anak kita. Bayangkan, satu ibu cerdas menghasilkan anak-anak yang cerdas. Eits, dalam hal ini cerdas saja tidak cukup. Untuk menularkan kecerdasan kita kepada anak, kita harus berinteraksi langsung dengan anak dong. Contohnya gini, lebih masuk mana, pelajaran yang diajarkan guru dengan telaten, atau pelajaran yang gurunya nyuruh kita bcelajar sendiri? Saya sih lebih mudeng kalo diajarin sama guru ya. Nah, sayangnya perempuan jaman sekarang lebih mementingkan karir daripada anak-anaknya. Mirissss dan syedih bingittt... Weits, saya nggak bilang semua wanita karir kayak gitu yaaa.. Saya tau banget kenapa perempuan berkarir, bisa untuk menggapai cita-citanya atau bisa menyiapkan uang lebih untuk rumah tangga serta masa depan anak-anaknya. Sayangnya masa depan yang dimaksud di sini adalah urusan materi. Demi karir tersebut, perempuan lantas melalaikan tugasnya sebagai seorang ibu, atau bahkan ada yang melalaikan tugasnya sebagai seorang istri *ups.. Padahal Ibu Kartini ingin perempuan juga menempuh pendidikan, karena ibu adalah sekolah nomor wahid dari anak-anaknya. Dari situ lah terbentuk apa yang namanya pola pikir dan pengembangan karakter. Perempuan sekolah tinggi-tinggi, tapi anaknya diasuh baby sitter yang *maaf* mungkin secara pendidikan ada di bawah ibu kandungnya. Buat apa kaaaan... Tapi saya nggak pernah menyalahkan kalo ada perempuan yang mengejar cita-citanya tanpa melalaikan tugas dan kewajibannya sebagai seorang anak, istri, ataupun ibu. Bahkan saya kagum dengan perempuan-perempuan seperti itu.

Ibu Kartini tak hanya cerdas, namun juga sosok yang intelek. Beliau mengungkapkan pendapatnya dengan kata-kata yang sopan dan berisi. Bedanya dengan sekarang, perempuan kini lebih senang menghujat, atau bahasanya jadi haters. Sukanya menggunjing, menghujat, bergosip, dan memaki. Saya salut dengan orang-orang yang bila tidak suka, lebih memilih diam, atau lebih baik lagi jika memberi saran dengan kata-kata sopan. Hal tersebut menunjukkan sikap bahwa kita perempuan yang berpendidikan. Tidak hanya berkoar-koar di media sosial, dan tidak melakukan sesuatu hal yang lebih baik dari yang dihujat. Tidak, Ibu Kartini tidak pernah menginginkan perempuan Indonesia memiliki karakter dan kepribadian seperti hater. Mengungkapkan pendapat memang hak segala bangsa, namun ingat setiap manusia selain punya hak, kita juga punya hati.. dan agama.

Menjadikan Ibu Kartini sebagai teladan, memang susah-susah gampang. Jadilah perempuan yang cerdas, lembut, dan memiliki hati nurani. Kartini masa kini sepantasnya adalah yang semangat dalam menimba ilmu, rendah hati, gigih memperjuangkan cita-citanya, sopan santun, dan menghormati orangtua. Tidak hanya meminta haknya, namun juga tidak lupa mengerjakan kewajibannya.

Jadi apakah saya sudah menjadi kartini masa kini?
Tentu saja belum.. Namun saya berusaha untuk menanamkan teladan Ibu Kartini pada diri saya, dan pada diri anak saya kelak (kalo anaknya perempuan, kalo anaknya laki-laki kartono dong).

Sampai sini dulu yaa..
BTW, Kartini juga pengen perempuan-perempuan Indonesia rajin nulis.
Yuk nulis..

*Iyeee, saya juga berusaha buat terus nulis deh.. Hahahahahaaa...

Daaaaaah~