Sunday 5 August 2012

beda itu baik

Banyak orang yang ngira saya ini aneh, punya kepribadian ganda, atau apalah itu namanya. Jujur aja waktu saya masih SMP saya juga pernah mikir kalo saya ini punya kepribadian ganda. Saya bisa jadi rameeee buanget, tapi beberapa menit berikutnya saya langsung jadi super pendiem. Saya bisa jadi manusia paling ekstrovert se-dunia sekaligus paling introvert pula. Bingung kan? Iya, jadi hidup saya ini kayak koin, punya 2 sisi yang berbeda. Di satu sisi saya dikenal sebagai orang yang pendiem, ngomong cuma kalo ada perlunya, pokoknya tipe-tipe kutu buku yang diasingkan gara-gara kelewat culun. Persis lah kayak di sinetron-sinetron ABG jaman sekarang. Nah di sisi lain, saya bisa jadi orang yang periang banget, cerewet amit-amit, plus terbuka banget sama orang lain. Iya, sebeda itu. Jangankan di lingkungan yang beda, di lingkungan yang sama pun pendapat orang tentang saya beda-beda. Contohnya aja di jurusan saya, atau di angkatan saya aja deh. Coba tanya beberapa orang, pasti punya pendapat yang bedanya 180 derajat. Ada yang bilang saya asik banget, tapi ada juga yang bilang saya nggak ada asik-asiknya. Ada yang bilang saya cerawet, ada juga yang nyangkal 'Cerewet mananya? Pendiem gitu.'. Haahahahaaa....

Well, setelah saya analisa, dari karakter saya aja udah berlawanan. Saya orang sanguinis melankolis. Nah sanguinis sama melankolis ini kan sifat yang berseberangan, jadi pantes lah kalo opini tentang saya buanyak dan jauh berbeda. Sebenernya saya ini tipe orang yang kayak air, menyesuaikan bentuk dirinya dengan ruang yang ditempati. Saya juga gitu. Saya bisa jadi orang yang berbeda bersama orang yang berbeda. Kalo saya nyaman sama orang, ya saya jadi orang ekstrovert. Kalo nggak nyaman sama orang itu ya saya jadi orang introvert. Selain itu, saya ini juga ngikutin gimana lawan bicara saya, kalo dia banyak ngomong ya saya dengarkan, kalo minta pendapat ya saya jawab, kalo anaknya diem ya saya yang banyak ngomong. Nah, dari karakter saya yang kayak gitu, kalo saya pikir-pikir, saya ini nggak cocok jadi pemeran utama. Bahkan di hidup saya sendiri. Kenapa? Karakter saya ini nggak kuat. Semua serba nanggung. Saya sadar itu. Kalo istilah bahasa Indonesianya saya ini lebih cocok jadi orang ketiga dalam cerita. Orang ketiga ini maksudnya kayak sahabatanya pemeran utama gitu. Dan emang loh sahabat-sahabat saya itu punya aura pemeran utama yang kuat banget. Kayak batu lah. Mau ditaruh dimana aja ya bentuk batunya tetep kayak gitu. Istilah lainnya, dia kayak matahari, planet-planet yang mengelilingi, bukan sebaliknya.

Tapi, dari sifat saya yang serba nanggung ini, saya bisa punya banyak teman. Kenapa? Ya kalo dari analisa sebelumnya sih, orang cenderung lebih cocok sama yang karakternya beda. Emang sih, kita sering mengelompokkan diri kita dalam lingkup yang 'sama' kayak kita. Sama-sama suka dandan, sama-sama suka fotografi, sama-sama suka makan, sama-sama anak orang kaya, sama-sama suka ibadah, sama-sama suka nge-game, dan sama-sama yang lainnya. Emang kita bakal cepet deket sama orang yang punya persamaan sama kita, tapi kalo menurut saya persahabatan bakal lebih awet dengan perbedaan. Terbukti loh, saya punya temen, misal namanya Retno sama Tia. Retno sama Tia ini keduanya teman baik saya, keduanya juga sifatnya sama, cerewet, suka cari perhatian, plus riang gembira. Tapi anehnya, Retno ini nggak suka sama Tia. Tia juga nggak suka sama Retno. 'Sukanya cari perhatian', katanya. 'Kecentilan', katanya. Padahal ya mereka itu sama aja. Hahahaaa.... Ya intinya, kita emang butuh yang 'beda' untuk mendengarkan dan didengarkan. Itu saja.

No comments:

Post a Comment